TEMA : PROFIT SHARING SEBAGAI KARAKTERISTIK
BANK SYARI’AH
Bagi
hasil menurut terminologi asing (inggris) dikenal dengan profit sharing. Profit
sharing dalam kamus ekonomi diartikan pembagian laba. Secara definitif profit
sharing diartikan sebagai distribusi beberapa bagian dari laba pada para
pegawai pada suatu perusahaan. Hal itu dapat berbentuk suatu bonus uang tunai
tahunan yang didasarkan pada laba yang diperoleh pada tahun-tahun sebelumnya,
atau dapat berbentuk pembayaran mingguan atau bulanan. Bagi hasil juga
merupakan keuntungan atau hasil yang diperoleh dari pengelolaan dana baik
investasi maupun transaksi jual beli yang diberikan kepada nasabah dengan
persyaratan tertentu.
Antoniu
dalam bukunya Bank Syari’ah dari Teori ke Praktik (2001 : 137)
menyatakan bahwa prinsip bagi hasil merupakan karakteristik umum dan landasan
dasar bagi operasional bank syariah secara keseluruhan. Secara syariah,
prinsipnya berdasarkan kaidah al-mudharabah.
Berdasarkan prinsip ini, bank syariah akan berfungsi sebagai mitra, baik
dengan penabung maupun dengan pengusaha yang meminjam dana. Dengan demikaian
bank memiliki dua peran sekaligus yakni Bank bertindak sebagai pengelola dana penabung
dan bertindak sebagai penyandang dana bagi pengusaha yang meminjam dana pada
bank syari’ah.
Meskipun
demikian, dalam perkembangannya para pengguna dana bank syariah tidak saja
membatasi dirinya pada satu akad, yaitu mudharabah saja. Sesuai dengan jenis
dan nature usahanya, mereka ada yang memperoleh dana dengan sistem perkongsian,
sistem jual beli, sewa-menyewa, dan lain-lain. Oleh karena itu, hubungan bank
syariah dengan nasabahnya menjadi sangat kompleks karena tidak hanya berurusan
dengan satu akad, namun dengan berbagai jenis akad.
Profit
sharing pada bank Islam ditentukan beberapa faktor baik faktor langsung maupun
faktor tidak langsung. Adapun faktor secara langsung yang dapat mempengaruhi
besaran bagi hasil adalah: Pertama, invesment rate yaitu persentase aktual dana yang
diinvestasikan dari total dana. Jika bank menentukan invesment rate 80%, hal ini
berarti 20% dari total dana dialokasikan untuk memenuhi likuditas. Kedua, jumlah dana yaitu dana keseluruhan
yang digunakan untuk investasi. Ketiga,
nisbah yaitu rasio bagi hasil yang ditentukan pada awal perjanjian. Sedangkan faktor
tidak langsung yang dapat mempengaruhi besaran bagi hasil yaitu: pertama, penentuan butir-butir pendapatan
dan biaya mudharabah. Dalam hal ini, bank dan nasabah melakukan share dalam
pendapatan dan biaya ( profit and sharing ). Pendapatan yang
dibagihasilkan merupakan pendapatan yang diterima dikurangi biaya-biaya. Kedua, kebijakan akunting (prinsip dan
metode akunting), bagi hasil secara tidak langsung dipengaruhi oleh berjalannya
aktivitas yang diterapkan, terutama sehubungan dengan pengakuan pendapatan dan
biaya.
Muhammad
dalam bukunya Manajemen Dana Bank Syari’ah (2014) menyatakan bahwa Bagi hasil
merupakan keuntungan atau hasil yang diperoleh dari pengelolaan dana baik
investasi maupun transaksi jual beli yang diberikan kepada nasabah dengan
persyaratan sebagai berikut: Pertama,
Perhitungan bagi hasil disepakati menggunakan pendekatan pola Revenue sharing
yaitu para pihak mendapatkan bagian hasil sebesar nisbah dikalikan dengan
besarnya pendapatan (revenue) yang diperoleh oleh pemilik usaha (mudharib) dan
Profit and loss sharing yaitu para pihak akan memperoleh bagian hasil sebesar
nisbah yang telah disepakati dikalikan besarnya keuntungan (profit) yang
diperoleh oleh pengusaha (mudharib). Kedua,
Pada saat akad terjadi wajib disepakati sistem bagi hasil yang digunakan,
apakah revenue sharing atau profit and loss sharing. Kalau tidak disepakati
akad tersebut akan menjadi gharar. Ketiga,
Waktu dibagikannya bagi hasil harus disepakati oleh kedua belah pihak, misalnya
pembagiannya setiap bulan, atau waktu yang telah disepakati. Keempat, Pembagian bagi hasil sesuai
dengan nisbah yang telah disepakati di awal dan tercantum dalam akad.
Sistem
bagi hasil merupakan sistem dimana dilakukannya perjanjian atau ikatan bersama
di dalam melakukan kegiatan usaha. Di dalam usaha tersebut diperjanjikan adanya
pembagian hasil atas keuntungan yang akan di dapat antara kedua belah pihak
atau lebih. Bagi hasil dalam sistem perbankan syari’ah merupakan ciri khusus
yang ditawarkan kepada masyarakat, dan di dalam aturan syari’ah yang berkaitan
dengan pembagian usaha harus ditentukan terlebih dahulu pada awal terjadinya
kontrak (akad). Besarnya penentuan porsi bagi hasil antara kedua belah pihak
ditentukan sesuai kesepakatan bersama, dan harus terjadi adanya kerelaan
(An-Tarodhin) di masing-masing pihak tanpa adanya unsur paksaan.
Jika
dalam bank konvensional keuntungan diperoleh dari bunga yang dibebankan, maka
dalam bank syari’ah tidak ada istilah bunga, akan tetapi bank syari’ah
menerapkan sistem bagi hasil. Adapun prinsip-prinsip bagi hasil dalam perbankan
syari’ah dapat dilakukan dengan dalam empat akad yang utama, yaitu Al
Musyarokah, Al Mudharabah, Al Muzara’ah, dan Al Musaqoh. Adapun demikian
prinsip yang paling banyak dipakai adalah Al Mudharabah dan Al Musyarakah,
sedangkan Al Muzara’ah dan Al Musaqoh dipergunakan khusus untuk plantation
financing atau pembiayaan pertanian untuk beberapa Bank Islam.
REFERENSI
:
Antoniu,
Syafii, Bank syari’ah dari Teori ke
Praktik. Jakarta : Gema Insani, 2001
Muhammad,
2014, Manajemen Dana Bank Syari’ah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar