Kamis, 07 Desember 2017

PROFESIONAL DAN FENOMENA PR

TEMA: PROFESIONAL DAN FENOMENA PUBLIC RELATIONS


Mahmoeddin (1994 ) dikutip dari Ruslan (2008 : 50) dalam bukunya Etika Kehumasan Konsepsi dan Aplikasi  menyatakan bahwa profesi adalah seseorang yang memiliki kehlian khusus pada bidang pekerjaan tertentu dan memiliki ikatan batin dengan pekerjaan tersebut. Jika terjadi pelanggaran sumpah atau janji terhadap profesi sama dengan pelanggaran sumpah jabatan yang dianggap telah menodai “kesucian” profesi tersebut. Artinya, kesucian profesi tersebut perlu dipertanyakan dan yang bersangkutan tidak akan menghianati profesinya.
Selanjutnya, perkembangan istilah profesi menjadi keterampilan atau keahlian khusus seorang sebagai suatu pekerjaan atau kegiatan utama yang diperolehnya dari jalur pendidikan atau pengalaman, dan dilaksanakan secara terus menerus, serius yang merupakan sumber utama bagi nafkah hidupnya. Di lapangan praktek dikenal dua jenis bidang profesi yaitu: Pertama, Profesi khusus yakni para profesional yang melaksanakan profesi secara khusus untuk mendapatkan nafkah atau penghasilan tertentu sebagai penghasilan tujuan pokoknya. Misalnya, profesi dibidang ekonomi, politik, hukum, kedokteran, pendidikan, teknik, humas (Public relations), dan sebagai jasa konsultan. Kedua, Profesi luhur yakni para profesional yang melaksanakan profesinya, tidak lagi untuk mendapatkan nafkah sebagai tujuan utamanya, tetapi sudah merupakan dedikasi atau jiwa pengabdiannya semata-mata. Misalnya, kegiatan profesi dibidang keagamaan, pendidikan, sosial, budaya, dan seni.
Adapun humas/PR yang dapat dinilai sebagai suatu profesi, dalam prakteknya merupakan seni keterampilan atau memberikan pelayanan tertentu berdasarkan kulalifikasi pendidikan dan pelatihan serta memiliki pengetahuan memadai yang harus sesuai dengan standar etika profesi.
Menurut Ruslan (2001) dikutip dari Soleh Soemingrat (2007: 176) dalam bukunya Dasar-dasar Public Relations menyebutkan kiat menjadi profesional, yaitu harus memiliki ciri-ciri khusus tertentu yang melekat pada profesi yang ditekuni oleh yang bersangkutan, khususnya profesional public relations. Secara umum memiliki ciri-ciri sebagai berikut: Pertama, Memiliki skill atau kemampuan, pengetahuan tinggi oleh orang umum lainnya, apakah itu diperoleh dari hasil pendidikan atau pelatihan yang diperolehnya, dan dtambah dengan pengalaman selama bertahun-tahun yang telah ditempuhnya sebagai profesional. Kedua, Mempunyai kode etik dan merupakan standar moral bagi setiap profesi yang dituangkan secara formal, tertulis dan normatif dalam suatu bentuk aturan bentuk aturan main, dan perilaku ke dalam “Kode Etik “ yang merupakan standar atau komitmen moral kode perilaku (code of Conduct)  dalam pelakasanaan tugas dan kewajiban selaku by profession dan by funcion yang memberikan bimbingan, arahan, serta memberikan jaminan dan pedoman bagi profesi yang bersangkutan untuk tetap taat dan mematuhi kode etik tersebut. Ketiga, Memiliki tanggung jawab profesi dan integritas pribadi yang tinggi baik terhadap dirinya sebagai penyandang profesi humas/PR, maupun terhadap publik, iklim, pimpinan, organisasi perusahaan, penggunaan media massa hingga menjaga martabat serta nama baik bangsa dan negaranya. Keempat, Memiliki jiwa pengabdian kepada publik atau masyarakat, dan dengan penuh dedikasi profesi luhur yang disandangnya, yaitu dalam pengambil keputusan adalah meletakkan kepentingan pribadinya demi kepentingan masyarakat, bangsa dan negaranya. Kelima, Otonomisasi organisasi profesional, yaitu memiliki kemampuan untuk mengelola organisasi PR/humas, yang mempunnyai kemampuan dalam perencanaan program kerja jelas, strategik, mandiri dan tidak bergantung pada pihak lain serta yang sekaligus dapat bekerja sama dengan pihak-pihak terkait, dapat dipercaya dalam menjalankan opersional, peran dan fungsinya. Disamping itu, memiliki standar dan etos kerja profesional yang tinggi. Dan keenam, Menjadi anggota salah satu organisasi profesi sebagai wadah untuk menjaga eksistensinya, mempertahankan kehormatan dan menertibkan perilaku standar profesi sebagai tolak ukur agar tidak dilanggar.
Sebagai seorang profesional PR/humas harus mampu bekerja atau bertindak melalui pertimbangan yang matang dan benar, yaitu dapat membedakan secara etis mana yang dapat dilakukan dan mana yang tidak, sesuai dengan pedoman kode etik profesi yang disandang. Oleh karena itu, diharapkan para profesional dan khususnya PR/humas harus memiliki kemampuan kesadaran dan berfikir secara etis, dan mempertimbangkan profesi dalam mengambil keputusan atau kebijakan secara rasional dan objektif. Selain itu juga harus memiliki kemampuan untuk kepemimpinan yang etis (ethical leadership) yakni kemampuan atau memiliki jiwa untuk memimpin secara etis, diperlukan untuk mengayomi, membimbing dan membina pihak lain yang dipimpinnya,  termasuk menghargai pendapat dan kritikan dari orang lain demi tercapainya tujuan dan kepentingan bersama.
Keberhasilan bidang humas pada suatu organisasi atau perusahaan dapat menimbulkan fenomena-fenomena yang menakjubkan dan memberikan keuntungan yang sangat besar bagi organisasi atau perusahaan tersebut. Satu diantara contoh kesuksesan humas dalam memasarkan produknya adalah kisah kesuksesan film Jurrasic Park. Film Jurrasic Park mengambil obyek tentang dinosaurus telah memecahkan rekor penjualan (box office record). Strategi humas digunakan dalam pemasaran produksi film. Sebelum film dilemparkan ke pasar dan diputar di bioskop, masyarakat dibuat “demam dinosaurus” melalui strategi dan kampanye kehumasan. Sebulan sebelumnya, khususnya anak-anak, menikmati cerita dinosaurus melalui seribu artikel yang ditulis di media massa. Seminggu sebelum pertunjukan perdana, 438 surat kabar, tabloid, mingguan, dan majalah menulis artikel tentang Jurrasic Park. Semuanya menimbulkan “demam dinosaurus” dan rasa penasaran terhadap film Jurrasic Park. Keberhasilan film terbangun dengan adanya publikasi (press release dan feature stories) yang sukses.

Sumber :
Ruslan, Rosady. Etika Kehumasan Konsepsi dan Aplikasi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2008
Soemirat, Soleh, dkk. Dasar-dasar Public Relations. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. 2007
http://dasardasarhumasemy.blogspot.co.id/2012/12/public-relations.html diakses pada tanggal 05 Desember pukul 10.15 WIB



POLA KOMUNIKASI, PROFIL, DAN MACAM - MACAM PR

TEMA: POLA KOMUNIKASI, PROFIL, DAN MACAM-MACAM PUBLIC RELATIONS
           
Neni Yulianita dalam Bukunya Dasar-dasar Public Relations (2007 : 91) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan pola komunikasi public relations dalam suatu organisasi pada prinsipnya adalah komunikasi yang terjadi pada setiap bagian dengan berbagai pihak untuk mencapai tujuan organisasi. Dan agar terciptanya suatu pola komunikasi yang efektif dan efisien maka komunikasi dalam organisasi dibagi menjadi komunikasi internal (Internal Communication) dan komunikasi eksternal (Eksternal Communication).
Komunikasi internal adalah komunikasi yang terjadi diantara orang-orang yang berada dalam suatu perusahaan. Proses penyampaian informasi melalui saluran komunikasi formal dalam konteks komunikasi internal dilakukan dalam kondisi kerja yang dapat dilakukan dari pimpinan kepada bawahan dan sebaliknya, atau antar karyawan dalam level yang sama. Dengan demikian pola transformasi informasi komunikasi organisasi dalam aktivitas public relations dapat berbentuk: Pertama, alur komunikasi dari atas ke bawah yakni alur komunikasi yang mengalir dari pimpinan tertinggi ke bawahan. Fungsi komunikasi dari atas ke bawah adalah untuk memberikan pengertian mengenai sesuatu, misalnya dalam bentuk perintah/instruksi, pengarahan, pemberian informasi, penilaian pimpinan terhadap pelaksanaan kerja bawahan, penanaman ideologi, pemberian penghargaan, melakukan teguran, dan pemberian insentif atau tunjangan. Kedua, alur komunikasi dari bawah ke atas Alur komunikasi yang mengalir dari bawahan ke pimpinan tertinggi suatu organisasi, biasanya mengalir sepanjang rantai komando. Fungsi komunikasi dari bawah ke atas adalah untuk memberikan pengertian mengenai sesuatu, misalnya permohonan bantuan, kritikan, laporan prestasi kerja, saran, usulan anggaran, keluhan, opini dan lain-lain. Untuk diketahui dan dijadikan bahan penentuan kebijakan dalam rangka kepemimpinan pada umumnya. Ketiga, alur komunikasi horizontal yakni komunikasi yang terjadi antara bagian-bagian yang memiliki posisi sejajar dalam suatu organisasi. Tujuan komunikasi horizontal antara lain untuk melakukan persuasi, mempengaruhi, dan memberi informasi kepada bagian atau departemen yang memiliki kedudukan sejajar. Keempat, Komunikasi diagonal yakni komunikasi antara dua kedudukan dalam struktur organisasi yang berbeda dan tidak mempunyai garis komando dapat melakukan kegiatan komunikasi.
Adapun komunikasi eksternal adalah komunikasi yang dilakukan oleh pihak organisasi/perusahaan melalui kesepakatan manajemen untuk melakukan kegiatan koomunikasi dengan pihak luar atau publik yang berada diluar organisasi yang tentunya menjadi perhatian. Karena bagaimanapun tanpa dukungan publik luar ini, keberhasilan suatu organisasi/perusahaan sulit tercapai. Hal tersebut memberikan konsekuensi bagi pihak organisasi untuk dapat meriah perhatian publik luar dan menarik simpati publik luar terhadap organisasi, sehingga mereka mau bekerjasama dengan pihak organisasi/perusahaan.  Kegiatan komunikasi eksternal dapat dilakukan dengan berbagai cara. Jika kegiatan komunikasi dari pihak organisasi atau perusahaan kepada pihak luar, maka dapat dilakukan dalam bentuk misalnya: Untuk publik umum dan publik konsumen dapat dilakukan kegiatan komunikasi melalui periklanan, promosi, publisitas, pameran. Untuk publik pers dapat dilakukan kegiatan komunikasi melalui press conference, press release, press interview, press tour. Untuk publik bidang pendidikan dapat dilakukan kegiatan komunikasi melalui open house dan pemberian beasiswa. Untuk publik pelanggan dapat dilakukan kegiatan komunikasi melalui media massa, special discount, ucapan selamat ulang tahun, selamat idul fitri,  Selamat tahun baru. Sedangkan jika kegiatan komunikasi dari publik luar kepada pihak organisasi dapat dilakukan dalam bentuk penyampaian opini publik (melalui surat, media massa, telepon, dsb), penyampaian keluhan-keluhan berkaitan dengan barang dan jasa, kritikan-kritikan, dan lain-lain.
Adapun Profil Humas dapat berupa: Pertama,  Humas yang Melembaga/In-House PR yakni humas yng terdapat pada suatu organisasi atau perusahaan. Yang di dalamnya terdapat pimpinan dan bawahan. Kedua, Humas Agency/Ekstern PR yakni sebuah lembaga atau perusahaan independen yang berbadan hukum dan bergerak dalam layanan bidang humas. Ketiga, Event Organizer yakni  perusahaan yang melayani jasa sebagai pelaksana sebuah event/kegiatan yang berhubungan dengan publik. Perusahaan ini cenderung spesialis, misalnya: Launching product, Pameran/ exhibition Pertemuan-pertemuan (seminar, lokakarya, konvensi, konferensi) Jumpa pers/press conference, press tour, dan sebagainya, Show dan kontes-kontes.

            Public relations terdiri dari beberapa macam: Pertama, Humas Pemerintah Lembaga humas yang melakukan fungsi management dalam bidang informasi dan komunikasi untuk menciptakan hubungan yang harmonis dengan publik melalui berbagai sarana kehumasan dalam rangka menciptakan citra yang positif instansi pemerintah. Kedua, Humas Sosial Misi utama humas sosial adalah mengembangkan saling pengertian, kepercayaan, dan bantuan atas kerja sama. Ketiga, Humas Industri dan Bisnis meliputi : - Hubungan dengan pelanggan dan peran humas terhadap marketing yang pada akhirnya melahirkan terapan marketing PR - Hubungan dengan pemegang saham - Hubungan dengan pers, bantuan untuk merekrut pegawai baru - Hubungan dengan komunitas - Hubungan dengan perusahaan/organisasi lain - Hubungan dengan pemerintah. Keempat, Humas Profesi Maksud penerapannya adalah untuk mendapatkan pengakuan dan keprofesionalan dan publikasi tentang apa yang telah mereka lakukan bagi kepentingan umum. Kelima, Humas Organisasi Sukarela Peranannya untuk merancang suatu program progresif, termasuk didalamnya mengadakan hubungan dengan pers. Keenam, Humas Organisasi Internasional Humas internasional disebabkan oleh adanya perubahan sangat cepat di dalam segala bidang. Dan ketujuh, Humas Penegak Hukum Banyak golongan penegak hukum merasa perlu untuk membentuk grup-grup penasihat warga Negara dan merangkap sebagai penjabat humas untuk bekerjasama dengan mereka dan para media massa.

Sumber :
Yulianita, Neni, Dasar-dasar Public Relations.Bandung: P2U-LPPM UNISBA, 2007
https://rofiah995.blogspot.co.id/2016/07/macam-macam-humas.html diakses pada tanggal 25 November 2017 PUKUL 11:11 WIB










Kamis, 23 November 2017

PROFIT SHARING SEBAGAI KARAKTER BANK SYARIAH

TEMA : PROFIT SHARING SEBAGAI KARAKTERISTIK BANK SYARI’AH
Bagi hasil menurut terminologi asing (inggris) dikenal dengan profit sharing. Profit sharing dalam kamus ekonomi diartikan pembagian laba. Secara definitif profit sharing diartikan sebagai distribusi beberapa bagian dari laba pada para pegawai pada suatu perusahaan. Hal itu dapat berbentuk suatu bonus uang tunai tahunan yang didasarkan pada laba yang diperoleh pada tahun-tahun sebelumnya, atau dapat berbentuk pembayaran mingguan atau bulanan. Bagi hasil juga merupakan keuntungan atau hasil yang diperoleh dari pengelolaan dana baik investasi maupun transaksi jual beli yang diberikan kepada nasabah dengan persyaratan tertentu.
Antoniu dalam bukunya Bank Syari’ah  dari Teori ke Praktik (2001 : 137) menyatakan bahwa prinsip bagi hasil merupakan karakteristik umum dan landasan dasar bagi operasional bank syariah secara keseluruhan. Secara syariah, prinsipnya berdasarkan kaidah al-mudharabah. Berdasarkan prinsip ini, bank syariah akan berfungsi sebagai mitra, baik dengan penabung maupun dengan pengusaha yang meminjam dana. Dengan demikaian bank memiliki dua peran sekaligus yakni Bank bertindak sebagai pengelola dana penabung dan bertindak sebagai penyandang dana bagi pengusaha yang meminjam dana pada bank syari’ah.
Meskipun demikian, dalam perkembangannya para pengguna dana bank syariah tidak saja membatasi dirinya pada satu akad, yaitu mudharabah saja. Sesuai dengan jenis dan nature usahanya, mereka ada yang memperoleh dana dengan sistem perkongsian, sistem jual beli, sewa-menyewa, dan lain-lain. Oleh karena itu, hubungan bank syariah dengan nasabahnya menjadi sangat kompleks karena tidak hanya berurusan dengan satu akad, namun dengan berbagai jenis akad.
Profit sharing pada bank Islam ditentukan beberapa faktor baik faktor langsung maupun faktor tidak langsung. Adapun faktor secara langsung yang dapat mempengaruhi besaran bagi hasil adalah: Pertama, invesment rate  yaitu persentase aktual dana yang diinvestasikan dari total dana. Jika bank menentukan invesment rate  80%, hal ini berarti 20% dari total dana dialokasikan untuk memenuhi likuditas. Kedua, jumlah dana yaitu dana keseluruhan yang digunakan untuk investasi. Ketiga, nisbah yaitu rasio bagi hasil yang ditentukan pada awal perjanjian. Sedangkan faktor tidak langsung yang dapat mempengaruhi besaran bagi hasil yaitu: pertama, penentuan butir-butir pendapatan dan biaya mudharabah. Dalam hal ini, bank dan nasabah melakukan share dalam pendapatan  dan biaya ( profit and sharing ). Pendapatan yang dibagihasilkan merupakan pendapatan yang diterima dikurangi biaya-biaya. Kedua, kebijakan akunting (prinsip dan metode akunting), bagi hasil secara tidak langsung dipengaruhi oleh berjalannya aktivitas yang diterapkan, terutama sehubungan dengan pengakuan pendapatan dan biaya.
Muhammad dalam bukunya Manajemen Dana Bank Syari’ah (2014) menyatakan bahwa Bagi hasil merupakan keuntungan atau hasil yang diperoleh dari pengelolaan dana baik investasi maupun transaksi jual beli yang diberikan kepada nasabah dengan persyaratan sebagai berikut: Pertama, Perhitungan bagi hasil disepakati menggunakan pendekatan pola Revenue sharing yaitu para pihak mendapatkan bagian hasil sebesar nisbah dikalikan dengan besarnya pendapatan (revenue) yang diperoleh oleh pemilik usaha (mudharib) dan Profit and loss sharing yaitu para pihak akan memperoleh bagian hasil sebesar nisbah yang telah disepakati dikalikan besarnya keuntungan (profit) yang diperoleh oleh pengusaha (mudharib). Kedua, Pada saat akad terjadi wajib disepakati sistem bagi hasil yang digunakan, apakah revenue sharing atau profit and loss sharing. Kalau tidak disepakati akad tersebut akan menjadi gharar. Ketiga, Waktu dibagikannya bagi hasil harus disepakati oleh kedua belah pihak, misalnya pembagiannya setiap bulan, atau waktu yang telah disepakati. Keempat, Pembagian bagi hasil sesuai dengan nisbah yang telah disepakati di awal dan tercantum dalam akad.
Sistem bagi hasil merupakan sistem dimana dilakukannya perjanjian atau ikatan bersama di dalam melakukan kegiatan usaha. Di dalam usaha tersebut diperjanjikan adanya pembagian hasil atas keuntungan yang akan di dapat antara kedua belah pihak atau lebih. Bagi hasil dalam sistem perbankan syari’ah merupakan ciri khusus yang ditawarkan kepada masyarakat, dan di dalam aturan syari’ah yang berkaitan dengan pembagian usaha harus ditentukan terlebih dahulu pada awal terjadinya kontrak (akad). Besarnya penentuan porsi bagi hasil antara kedua belah pihak ditentukan sesuai kesepakatan bersama, dan harus terjadi adanya kerelaan (An-Tarodhin) di masing-masing pihak tanpa adanya unsur paksaan.
Jika dalam bank konvensional keuntungan diperoleh dari bunga yang dibebankan, maka dalam bank syari’ah tidak ada istilah bunga, akan tetapi bank syari’ah menerapkan sistem bagi hasil. Adapun prinsip-prinsip bagi hasil dalam perbankan syari’ah dapat dilakukan dengan dalam empat akad yang utama, yaitu Al Musyarokah, Al Mudharabah, Al Muzara’ah, dan Al Musaqoh. Adapun demikian prinsip yang paling banyak dipakai adalah Al Mudharabah dan Al Musyarakah, sedangkan Al Muzara’ah dan Al Musaqoh dipergunakan khusus untuk plantation financing atau pembiayaan pertanian untuk beberapa Bank Islam.
REFERENSI :
Antoniu, Syafii, Bank syari’ah dari Teori ke Praktik. Jakarta : Gema Insani, 2001
Muhammad, 2014, Manajemen Dana Bank Syari’ah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.





Kamis, 09 November 2017

KEDUDUKAN PR

TEMA : KEDUDUKAN PUBLIC RELATIONS
Neni Yulianita dalam Bukunya Dasar-dasar Public Relations (2007 : 83) menyatakan kedudukan public relation dalam setiap organisasi, perusahaan atau lembaga mempunyai kedudukan yang sangat strategis, yakni berada diantara dua pihak publik, baik untuk lingkup internal maupun publik lingkup eksternal. Hal ini mengisyaratkan bahwa seorang Public Relation Officer sesuai fungsinya adalah “penyambung lidah” perusahaan atau organisasi, khususnya dalam pengadaan hubungan timbal balik antara publik di dalam dengan publik di luar perusahaan atau organisasi. Selain bertugas sebagai penyampai informasi manajemen dari perusahaan atau organisasi kepada publiknya, Public Relation Officer juga bertugas sebagai saluran informasi dari publik kepada perusahaan atau organisasi.
Dengan kedudukannya yang strategis seperti yang dikemukakan di atas, maka seorang Public Relation Officer harus mempunyai kepekaan terhadap kedua kepentingan publik, baik publik lingkup internal yakni antara pimpinan dan karyawan, maupun dalam lingkup eksternal yakni antara publik perusahaan atau organisasi dengan publik-publik yang berada di luar perusahaan atau organisasi.
Dari gambaran di atas jelas sebagai Public Relation Officer harus dapat melaksanakan fungsi utamanya, yakni menjadi mediator antara perusahaan atau organisasi dengan publiknya. Oleh karena itu Public Relation Officer harus mampu memanfaatkan semua panca inderanya dalam kaitannya dengan opini publik yang muncul yang ditujukan bagi kepentingan perusahaan atau organisasi. Dengan demikian Public Relation Officer harus dapat mendengar, melihat, merasa dan mencium apa yang terjadi dikalangan publiknya setelah mereka menerima informasi tentang kebijakan-kebijakan perusahaan atau organisasi yang disampaikannya. Public Relation Officer juga harus bisa melihat dan merasakan sendiri akibat dari kebijakan perusahaan atau organisasi yang timbul ditengah-tengah publik yang mempunyai kepentingan dengan perusahaan atau organisasinya.
Dengan demikian, public relations bukan saja merupakan “key information” atau “mulut” perusahaan atau organisasi, melainkan juga sebagai “panca indera” bahkan dapat pula dikatakan sebagai “jantungnya” perusahaan atau organisasi. Dalam hal ini faktor panca indera pada manusia dapat disamakan dengan unsur public relations pada suatu perusahaan atau organisasi, sedangkan faktor jantung dianggap sebagai pusat kegiatan informasi bagi publik-publik yang berkepentingan terhadap perusahaan atau organisasi.
Lebih lanjut menurut Rosady Ruslan (2007: 172) Bila Public Relations diibaratkan sebagai jantung pada manusia maka pimpinan perusahaan atau organisasi dapatlah diibaratkan sebagai otak dari perusahaan atau organisasinya. Pimpinanlah yang mentukan gerak dan tujuan dari perusahaan atau organisasi. Seperti halnya pada manusia, hubungan antara otak, jantung, dan panca indera itu sangat dekat sekali, bahkan merupakan satu unit kerja dan satu wadah kerja yaitu kepala. Dengan demikian antara Public Relations dan Pimpinan utama merupakan “dwi tunggal” yang harmonis dalam menggerakkan perusahaan atau organisasinya. Pimpinan sebagai pemegang policy dan public relations sebagai penterjemah dari policy itu. Demikian pula dalam hal menanggapi akibat dari policy yang timbul ditengah-tengah publikny, Public Relations menyampaikannya kepada pimpinan utama perusahaan atau organisasi.
Dengan demikian Public Relations dapat pula dikatakan sebagai “jembatan penghubung” diantara dua macam publiknya, baik publik internal maupun publik eksternal. Jembatan penghubung yang dapat menterjemahkan bahasa pimpinan menjadi bahasa publik dan sebaliknya secara oprasional, sehingga darinya diharapkan terjadi suatu pengertian  yang dapat memperlancar jalannya perusahaan atau organisasi dalam mencapai tujuannya.
Dari gambaran kedudukan public relations tersebut, maka idealnya kedudukan Public Relations secara organisatoris jelas harus berada sedekat mungkin dengan pimpinan utama, dan di atas bagian-bagian yang ada dalam perusahaan itu. Kedudukan tersebut diartikan sebagai fungsi menurut hirarki kerja dalam kaitannya dengan aspek komunikasi sebagai unsur-unsur yang ada dalam perusahaan, yang dilihat secara vertikal.
Sesuai dengan fungsinya, kedudukan public relations dalam konteks yang ideal dalam suatu perusahaan atau organisasi, menduduki tempat sebagai konsultan perusahaan atau organisasi khususnya konsultan dalam hal kegiatan komunikasi manajemen perusahaan atau organisasi.  Untuk memerankan fungsinya itu, ia harus mampu sebagai orang yang berkedudukan ditengah-tengah misi manajemen dan misi publik (baik publik dalam ataupun publik luar). Pada perusahaan-perusahaan yang kecil, biasanya tugas public relations dipegang langsung oleh pimpinan sendiri. Misalnya toko-toko kecil, dokter-dokter yang berpraktek sendiri, konsultan-konsultan, dan perusahaan-perusahaan lain yang organisasinya relatif kecil.
REFERENSI
Ruslan, Rosandy, Manajemen Public Relations dan Media Komunikasi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007
Yulianita, Neni, Dasar-dasar Public Relations.Bandung: P2U-LPPM UNISBA, 2007


RUANG LINGKUP PR

TEMA : RUANG LINGKUP PUBLIC RELATIONS
Neni Yulianita dalam Bukunya Dasar-dasar Public Relations (2007: 57) menyatakan ruang lingkup public relations meliputi publik internal (internal public relation), yakni khalayak yang menjadi bagian dari kegiatan usaha suatu organisasi, serta publik eksternal (eksternal public relation), yakni khalayak  yang berada diluar organisasi atau instansi namun dapat menjadi penentu arah kebijakan organisasi.  Publik yang termasuk ke dalam ruang lingkup humas disesuaikan dengan jenis, sifat, atau karakter dari organisasinya. Sebagai contoh, yang termasuk kategori publik internal dalam suatu perusahaan meliputi pimpinan, karyawan, pemegang saham, dan buruh sedangkan yang termasuk dalam kategori publik eksternal adalah konsumen, masyarakat, pemerhati/pengamat, pers, dan pemerintah.
Hubungan dengan khalayak internal harus selalu dibina agar tercipta hubungan yang harmonis, dalam rangka memperoleh kesediaan kerjasama (cooperations) diantara orang-orang yang menjadi bagian dari organisasi/instansi/perusahaan serta memungkinkan orang-orang tersebut untuk ikut berpartisipasi dan berprestasi lebih tinggi dengan mendapatkan kepuasan dri hasil kerjanya. Demikian juga halnya dengan hubungan eksternal harus selalu dibina untuk memperoleh dan meningkatkan citra yang baik dari publik eksternal terhadap organisasi/instansi/perusahaan serta untuk mendapatkan kepercayaan dan penilaian yang positif dari publiknya dan bila perlu untuk memperbaiki citr tersebut.
Menurut Morrisan dalam bukunya Manajemen Public Relations (2008: 9) Besarnya lingkup public relations (humas) menyebabkan tidak semua khalayak dapat dilayani, sehingga public relations memfokuskan kepada khalayak yang tertentu saja. Pemahaman yang terjadi selama ini adalah humas bertugas melayani masyarakat umum. Anggapan tersebut bisa saja benar pada masa lalu, dimana perkembangan sosial, ekonomi, politik masyarakat tidak semaju dan serumit seperti saat ini. Perkembangan masyarakat dewasa ini menyebabkan masyarakat menjadi terbagi-bagi ke dalam segmentasi. Segmen masyarakat yang menjadi khalayak suatu organisasi jelas berbeda dengan khalayak organisasi yang lain. Setiap organisasi memiliki sendiri khalayak khususnya. Kepada khalayak yang terbatas inilah humas senatiasa menjalin komunikasi, baik secara internal maupun eksternal.
Pada awal perkembangannya, ruang lingkup humas hanya sebatas menangani kegiatan yang berhubungan dengan media massa. Selain itu, pada awalnya ruang lingkup humas hanya berkisar pada kegiatan publisitas atau propaganda sehingga orang cenderung memahami humas sama dengan propaganda dan publisitas. Orang biasanya cenderung berpandangan negatif terhadap kata “propaganda”, bahkan praktisi humas sekalipun cenderung menolak jika kegiatan kampanye yang dilakukannya disamakan dengan propaganda. Kita dapat mendefinisikan propaganda sebagai suatu usaha yang dilakukan secara intensif dan berkesinambungan dengan tujuan menggalang dukungan massal bagi suatu pendapat, paham dan kepercayaan tertentu. Propaganda itu sendiri sebagai suatu kegiatan sesungguhnya bersifat netral. Ia bisa menjadi baik atau buruk tergantung pada motif dari orang-orang yang melakukannya. Namun dewasa ini, ruang lingkup humas sudah mencakup seluruh bentuk kegiatan komunikasi dengan kata lain, kegiatan seperti propaganda, publisitas, iklan, dan keuangan telah menjadi bagian dari pekerjaan humas.
Lebih jauh menurut Cutlip-Center-Broom dalam bukunya Effective Public Relations dikutip dari Morrisan (2008: 13) ruang lingkup humas mutakhir mencakup tujuh bidang pekerjaan, yakni publisitas, iklan, press agentry, public affairs, manajemen isu, lobi dan hubungn investor. Pembagian tersebut tentu saja tidak bermaksud mengabaikan peran humas dalam hubungannya dengan publik internal, yaitu para karyawan perusahaan, keluarga karyawan, pemilik modal, dan manajemen perusahaan. Ruang lingkup tugas humas juga tergantung dari karakter organisasi dalam menjalankan visi, misi organisasi serta tujuan yang akan dicapai. Ruang lingkup organisasi, khalayak organisasi juga akan menentukan peranan yang harus dijalankan oleh praktisi humasnya. Apakah cukup mejalankan peran operasional teknik humas, sebagai fasilitator, problem solver, atau seorang ahli. Semakin luas dan kompleks komponen atau elemen publik suatu organisasi, maka organisasi bersangkutan akan membutuhkan peran humas yang semakin banyak dan semakin ahli.
Ruang lingkup pekerjaan humas sebagaimana dikemukakan Cutlip dan rekan tersebut di atas sebenarnya masih dapat dipadatkan menjadi enam bidang pekerjaan, yaitu dengan menjadikan iklan sebagai bagian dari pemasaran dan menggabungkan press agentry merupakan bagian dari publisitas sementara iklan menjadi salah satu kegiatan pemasaran. Dengan demikian, tidak ada gunanya lagi kita membedakan antara publisitas dengan humas, namun demikian menyamakan keduanya juga jelas-jelas salah. Dengan kata lain, kita tidak perlu mempertajam berbagai perbedaan tersebut karena semuanya menjadi bagian dari humas.
REFERENSI
Morissan,  Manajemen Public Relations. Jakarta : Kencana Pernada Media Group, 2008

Yulianita, Neni, Dasar-dasar Public Relations.Bandung: P2U-LPPM UNISBA, 2007

UJIAN AKHIR SEMESTER AUDIT PERBANKAN SYARI'AH

JAWABAN UJIAN AKHIR SEMESTER AUDIT PERBANKAN SYARI’AH Nama : WASILAH NIM : 1142310169 Kelas : D Perbankan syari’ah 1.            ...